Sunday, September 24, 2006

Selamat Ulang Tahun, Pinkerton


Yap, hari ini adalah ulang tahun ke-10 dari Pinkerton, album kedua Weezer, yang dirilis pada 24 September 1996. Salah satu album paling monumental dalam sejarah. Yah.. setidaknya sejarah hidup gue lah. 10 tahun yang lalu, siapa yang menyangka bahwa lanjutan dari The Blue Album yang manis dan gembira itu adalah sebuah album gelap penuh distorsi kasar, dengan tema patah hati dan obsesi terhadap cewek Asia. Empat cowok yang 2 tahun sebelumnya tampak tersenyum di cover album mereka, sekarang tampil di balik bayangan-bayangan kelam dengan kepala tertunduk. Dan apa pula maksud peta tersembunyi di balik tray CD itu? Siapa cewek yang tampil samar di sampul belakangnya? Semua seperti menambah enigma album ini. Dan musiknya sendiri? Ngagetin pada awalnya, kasar dan brutal, tapi setelah beberapa kali didenger, ada perasaan rapuh di balik semua kocokan gitar itu, yang semakin lama bikin semakin kita semakin bisa ngerti apa yang diteriakkan oleh Rivers.

Sampai sekarang, Pinkerton memiliki status unik sebagai album yang pada awalnya dibuat dengan seluruh tumpahan emosi penulisnya, kemudian mendapat sambutan dingin ketika dirilis, tetapi lama-kelamaan tumbuh menjadi album yang dicintai oleh semua orang yang pelan-pelan bisa terhubung dengan emosi Rivers saat menulis album ini. Namun dengan anehnya sang penulis sendiri, yang sudah keburu terpuruk dengan kegagalan komersil album ini, menyatakan ia sama sekali nggak bangga, dan berulang kali merujuk album ini sebagai sebuah kegagalan.

Bagaimanapun juga, penggemar berkata lain. Nggak sedikit yang bilang ini adalah karya puncak Weezer, dan banyak juga yang berhenti menyukai mereka sampai di album ini aja. Saking pribadinya album ini, sampai para anggota Weezer sendiri selain Rivers juga ngerasa ngeganjel pas ngebuatnya, yang akhirnya berujung ke keluarnya Matt Sharp. Yang berlanjut ke vakumnya Weezer selama 5 tahun setelah itu.

Yang pasti, belum pernah ada satu suara mengenai lagu mana yang terbaik dari 10 lagu yang ada di situ. Semua orang dijamin memiliki preferensi berbeda. Gue sendiri pertama kali suka "Why Bother" karena singkat dan nge-rock, tapi di kemudian hari beralih ke "The Good Life". Dan gue masih menganggap solo gitar di "Falling For You" adalah jenius. Ajaibnya, semua lagu itu masih terdengar segar sampai sekarang.

Coba lo dengerin: Pinkerton. Cari di balik tumpukan CD lo, atau scroll iPod lo sampai ketemu, atau pergi ke toko CD sekarang. Album terbaik sepanjang masa versi gue.

Friday, September 22, 2006

The Adams Live @ Traxkustik

The Adams pada hari Jumat minggu lalu tampil di acara Traxkustik pada radio Trax FM Jakarta. Karena mereka adalah band favorit gue saat ini, dan kebetulan banget di kantor ada peralatan* untuk merekam acara itu, jadilah gue rekam seluruh penampilan dan interview mereka.

Karena musik The Adams, seperti yang mereka definisikan sendiri, adalah "distorsi yang menyeruak ditengah kerumunan harmoni vokal", maka menarik juga untuk menyimak apa yang terjadi kalau elemen distorsi itu hilang. Ternyata berbekal dengan kekuatan lagunya, plus harmonisasi yang makin jelas karena tidak ada instrumen lain, mereka tetap memukau. Paduan suara mereka yang kali ini tidak bisa sembunyi di balik alat musik benar-benar jadi kekuatan mereka. Kayaknya baru pertama kali ini gue denger ada band tampil akustik di radio, dengan formasi 2 gitar dan 5 suara. Impresif. Sayang wawancaranya kurang mendalam dan pertanyaan dari pendengar juga rata-rata standar aja.

Mereka memulai dengan "Gelisah", kemudian diteruskan dengan "Hanya Kau" yang menjadi favorit gue dari keselurahan penampilan, kemudian "Selamat Pagi Juwita", dan tentu aja "Halo Beni", diselingi dengan wawancara dan tanya jawab. Hasilnya bisa elo coba dengerin di sini:

The Adams - Live @ Traxkustik, Trax FM
catatan: file di-host di Rapidshare, di-ZIP jadi satu file, karena SnapDrive bertingkah dan gue ga bisa upload ke sana
update 2006-12-10: Link di Rapidshare sudah expired, tapi gue berhasil upload ke Snapdrive. Donlot satu persatu lewat link di bawah ini:


Daftar lagu:
01 - "Gelisah"
02 - Interview
03 - "Hanya Kau"
04 - Q&A pt 1
05 - "Selamat Pagi Juwita"
06 - Q&A pt 2
07 - Q&A pt 3
08 - "Halo Beni"

Jadi bisa dibilang inilah postingan "eksklusif" pertama gue, dalam artian MP3 yang akan gue post di sini (seharusnya) ngga bakal elo temuin di tempat lain. Kecuali ada yg download kemudian ngupload ke tempat lain.. yah terserah sih.. yang penting musik bagus ini tersebar.

* "peralatan" yang gue pakai adalah: SonyEricsson W300>>Handsfree remote>>kabel audio>>Line-In Macbook>>AudioRecorder Software, dipotong menggunakan GarageBand.

- Foto diambil oleh H, thanks mate.

Wednesday, September 20, 2006

James dan Nicky

Kalau ada anggota sebuah band yang mengeluarkan album solo, mungkin udah cerita biasa. Tapi jadi istimewa kalau dua anggota band dalam waktu berdekatan merilis album solo masing-masing. Lebih istimewa lagi kalau dua orang itu adalah James Dean Bradfield dan Nicky Wire, masing-masing vokalis/gitaris dan bassis/penulis lirik dari Manic Street Preachers. James merilis "The Great Western" pada bulan Juli lalu, dan Nicky merilis "I Killed The Zeitgeist" pada September ini.

Biasanya kalau di Manics, James adalah penulis musiknya (dan melodi-melodi gitar yang keren-keren), dan Nicky adalah penulis lirik (sepeninggal Richey Edwards) dan juga sering menjadi corong suara Manics dalam berbagai pernyataan-pernyataan mereka yang bersifat sosial-politis.

Jadi cukup menarik juga, melihat satu tim yang biasanya kerja bareng menciptakan lagu, sekarang kerja sendiri-sendiri. Dan, apalagi, walaupun Nicky terkenal vokal dalam menyuarakan pendapat, tetapi dalam menyuarakan sebuah lagu, lain lagi urusannya..

Bagaimanapun juga, tampaknya kedua solo karir ini bukan buat saling adu keren, tapi cuma menyalurkan minat masing-masing yang ngga bisa keluar di band. Dan bukan juga berarti akhir dari Manics (*ketok meja*).

Berhubung gue belom denger album dua-duanya, jadi ngga bisa kasih komentar gue. Sementara, coba lo dengerin single pertama dari masing-masing orang Wales itu:

James Dean Bradfield - "That's No Way To Tell A Lie"
Nicky Wire - "Break My Heart Slowly"

Lagunya James berasa jauh lebih ngepop daripada lagu Manics biasanya, komplit dengan tepuk tangan. Sedangkan lagunya Nicky... bikin gue berharap mereka lebih cepat kumpul bareng lagi dan merilis album baru Manic Street Preachers.

Tuesday, September 12, 2006

Stop The Fookin Clocks

Oasis akhirnya mengumumkan daftar lagu dari album kompilasi hits terbaik mereka, "Stop The Clocks". Pertanyaan pertama adalah perlukah Oasis mengeluarkan album terbaiknya? Seperti disinyalir Noel sendiri, ini adalah inisiatif label, bukan dari band. Ini bukan berarti akhir dari Oasis, atau menandakan mandegnya kreativitas mereka.

Setelah berbulan-bulan penuh spekulasi dan diwarnai kontes tebak-tebakan di website mereka sendiri, muncullah 18 lagu yang konon turut dipilih oleh para anggota band sendiri:
Rock n Roll Star
Some Might Say
Talk Tonight
Lyla
The Importance of Being Idle
Wonderwall
Slide Away
Cigarettes & Alcohol
The Masterplan
Live Forever
Acquiesce
Supersonic
Half The World Away
Go Let It Out
Songbird
Morning Glory
Champagne Supernova
Don't Look Back In Anger

Bagaimanapun juga, pilihan lagu di atas rada membingungkan. Emang sih pasti susah memilih 18 lagu terbaik dari 6 album plus puluhan lagu lainnya yang berceceran di berbagai koleksi. Tetapi:
  • Mana lagu barunya? Judul "Stop The Clocks" sendiri diambil dari salah satu lagu yang tidak jadi masuk ke "Don't Believe The Truth". Noel sendiri bilang itu salah satu lagu terbaiknya. Terus, ke mana lagu ini?
  • Ya, kita semua tau "Be Here Now" adalah album yang terlalu bombastis dan kadang bisa bikin mual saking "meriah"-nya. Tapi untuk mengabaikan sama sekali lagu-lagu dari situ? Jahat juga.. Setidaknya bisa masukin "Don't Go Away" atau "Stand By Me". Atau favorit gue "D'you Know What I Mean?" yang sebenernya adalah sebuah langkah maju dan berani (untuk saat itu) dengan memasukkan unsur electronica.
  • Ke mana "Whatever"? Lagu ini bisa dibilang lambang kesombongan Oasis di masa jayanya dulu, di mana mereka bisa seenaknya melempar lagu sebagus ini menjadi sebuah single yang tidak masuk di album manapun. Nah sebenernya kata kuncinya ada di kalimat terakhir itu: "tidak masuk di album manapun". Bukankah itu alasan yang cukup kuat untuk memasukkannya di album kompilasi ini?
Selain tiga di atas, masih banyak ganjalan pribadi gue lainnya terhadap album ini. Apakah gue akan beli album ini atau tidak, jawabannya sudah jelas "ya". Semata karena dedikasi gue untuk mereka (contoh dedikasi lainnya terjadi pada bulan Februari lalu, tapi itu cerita lain lagi). Harapan gue mereka juga bikin album ini dalam kemasan terbatas dengan bungkus yang agak lebih menarik supaya lebih layak koleksi dibanding cuma kompilasi lagu-lagu yang gue toh sudah punya juga.

Coba lo dengerin lagu yang dengan kejamnya dilupakan oleh mereka, "Whatever", dalam versi akustik dan live, dinyanyikan oleh Noel, dan seperti biasa dia menyelipkan potongan lagu "Octopus's Garden" dari The Beatles di akhir lagu ini.

Oasis - "Whatever" (Live & Acoustic)

Stop The Clocks? Jam gue masih terus berdetik menunggu karya baru mereka..

catatan: gambar di atas gue ambil dari wikipedia, belum ada konfirmasi apakah itu benar-benar cover yang akan dipakai.

Friday, September 08, 2006

Mimpi nonton The Cardigans

Nggak pernah gue mimpiin beneran sih, tapi di antara band-band yang gue pengen banget gue tonton, salah satunya adalah The Cardigans. Walaupun gue termasuk penggemar baru mereka (gue baru suka sejak album Long Gone Before Daylight yang membius itu), tapi gue kebayang-bayang banget bisa liat mereka live.

Tapi kayaknya semua bener-bener cuma mimpi. The Cardigans, setidaknya Magnus Svensson, bassis mereka, rajin menjawabi pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan fans-fans mereka di website resmi Cardigans. Ternyata banyak juga fans dari Indonesia dan sekitarnya yang bertanya, dan dibalas oleh Magnus, dan jawabannya mungkin terasa menyesakkan.

Berikut beberapa cuplikannya, awalnya sih cukup menarik..
greyghost: "Will The Cardigans ever play in Malaysia? Singapore usually gets most of the good bands, Malaysia gets all the really commercial, middle-of-the-road acts."
Mags: "We are working on a jakarta show, I know that´s Indonesia but I guess that might the closest we get to kuala lumpur in our lifetime..."

greyghost (lagi): "would you guys ever consider coming here? Maybe as part of a South-East-Asia tour that includes Malaysia, Singapore, Indonesia, Thailand?"
Mags: "There is work on a show in Jakarta at the moment, but as always we can´t promise anything before it´s a final deal between our management and the local agent."
tapi kemudian...
CharlieCharlie: "You once stated you might play in Jakarta. Will you be able to tour in Indonesia after the tragic earthquake?"
Mags
: " No Jakarta but it wasn´t because of the earthquake, it was money... ( as always in the business...)"

joaobloodyjoao: "by the way i'm in indonesia and i always waiting for you to come here and sing for me.. "
Mags
: " Indonesia is far away... No news on a gig"

bennyzuniar: " I'm looking forward The Cardigans performs in Jakarta or Bandung (Indonesia)."
Mags
: "No nothing, some guys from your neighboring country Malaysia asked us what it would cost to get us to Kuala Lumpur, see my answer on the Q&A some 5 days ago."

yonan32 (ehm): "and oh yeah, please please please come to my country. south east asia tour, perhaps?"
Mags
: "Well there will be no tour of Asia this year, cause we ain´t got no offers and it´s damn expensive to travel round the world. "

Dan gue inget ada beberapa posting lagi yang bertanya hal senada, dan mendapat jawaban senada pula. Intinya, mereka tidak punya rencana tur ke Asia, setidaknya tidak dengan biaya sendiri. Kemungkinan terbesar mereka datang adalah kalau kebetulan sedang ada banyak tawaran dari promotor-promotor di negara-negara Asia yang berbeda-beda, sehingga mereka bisa mengatur jadwal dan menekan ongkos produksi.

Atau, kalau ada satu orang yang sangat kaya raya, atau berani ngeluarin duit banyak untuk ngedatengin mereka.

Dari kedua alternatif di atas kayaknya sama-sama kecil kemungkinannya. (Alternatif kedua sebenarnya bisa aja, dan orangnya adalah gue, tetapi gue ada satu kekurangan yaitu pada bagian "kaya raya"). Jadi, yah, berharap mereka ngeluarin DVD yang isinya tur Long Gone Before Daylight/Super Extra Gravity aja deh untuk sementara ini.

Kemudian karena dalam beberapa pernyataannya, Magnus menyatakan dia tidak setuju dengan pendownloadan, dengan sangat menyesal gue ngga bisa ngasih MP3 di posting ini. Maaf yah.

Thursday, September 07, 2006

The Adams v2.05

Pembaca yang budiman, inilah band lokal favorit gue saat ini. Pertama-tama, ini bukan The Adams versi kakak lo. Kayaknya dari judul album "v2.05" sendiri udah cukup menjelaskan hal itu. Selain album kedua, istilah "versi 2" cocok untuk menggambarkan "isi" The Adams yang sudah banyak berubah sejak album pertama.

Mungkin sebenarnya akan sangat mudah bagi mereka untuk mempertahankan eksistensi mereka dengan membuat satu lagi album kayak debut album mereka yang berhasil menjaring segambreng fans. Tapi seiring dengan pergantian formasi mereka, musik mereka pun berevolusi. Foto di atas cukup merepresentasikan apa yang mereka tawarkan: harmonisasi vokal. Jujur aja di scene indie lokal sini, ini bisa dibilang terobosan baru. Karena yah, harus diakui jangankan untuk harmonisasi, kadang-kadang kualitas vokalis utama saja masih dipertanyakan. Dalam kasus The Adams, kualitas masing-masing pemegang vokal utama (Ario, Ale dan Arfan) memang tidak istimewa, tetapi gabungan ketiganya, plus drummer Gigih dan keyboardis Retiara, menciptakan getaran yang menakjubkan.

Satu lagi penghapusan yang sangat menyejukkan adalah hilangnya lirik-lirik berbahasa Inggris, yang harus diakui, maaf, buruk. Kini mereka dengan pede berbahasa Indonesia, walau dengan bantuan penulis lirik di luar band pada lagu sana-sini. Sebuah usaha yang patut diberi jempol.

Secara musikal, sekuat apapun mereka mencoba berteriak "kami bukan Weezer Indonesia!", tetap saja susah melepaskan predikat itu. Bukan sebuah acuan yang jelek kok, guys. Kita memang butuh band power-pop berkualitas, dan The Adams telah mengisi kekosongan itu dengan sangat memuaskan.

Dengan ijin dari band-nya sendiri, lo bisa coba dengerin 2 lagu mereka, tetapi MP3 yang gue post di sini cuma dalam kualitas 64kbps mono. Dengan seluruh rekomendasi gue, belilah CDnya.

[edit] MP3 sedang dalam proses upload ulang, link2 di bawah saat ini tidak bekerja. Snapdrive sepertinya ngga bisa nerima format yang gue upload, hmm...

The Adams - "Selamat Pagi Juwita"
The Adams - "Gelisah"

Lebih banyak tentang The Adams:
The Adams @ MySpace
Aksara Records, Profil The Adams @ aksararecords.com

OK sekarang matiin komputer lo dan bergeraklah ke toko CD terdekat.

Tuesday, September 05, 2006

OK Go dan video-video sinting mereka


Damian Kulash, Tim Nordwin, Dan Konopka, dan Andy Ross yang tergabung dalam OK Go pertama kali mencuri perhatian gue sekitar 3 tahun yang lalu lewat single mereka "Get Over It". Gue beli CD debut berjudul-diri mereka, dan karena waktu itu ngga banyak yang tau tentang mereka, mereka jadi rahasia kecil gue yang keren.

Tahun lalu mereka merilis "Oh No", album kedua mereka, diproduseri oleh Tore Johansson (produser Franz Ferdinand) yang menurut gue berpengaruh membawa sound power pop mereka menjadi lebih mentah dan menghilangkan banyak part keyboard/synth lincah yang di album pertama mereka lumayan dominan.

Dari sini mereka mulai bereksperimen yang sedikit sinting, yaitu membuat video untuk lagu "A Million Ways" dalam bentuk video dance amatir. Definisi "amatir" di sini adalah: mereka menggunakan satu buah kamera dengan satu sudut pengambilan statis saja, kemudian mereka berjoget dengan koreografi fantastis. Empat cowok kulit putih mencoba menari seperti cheerleader. Walhasil hingga saat ini video tersebut sudah disaksikan lebih dari 9 juta kali di YouTube

"A Million Ways" by OK Go



Buy OK Go - Oh No at iTunes.


Nggak cukup cuma di videonya aja, popularitas dance tersebut juga mereka bawa ke panggung. Yap, mereka juga melakukan dance itu di penampilan live mereka saat konser.


Nah setahun kemudian, sinting-sinting itu malah membuat sequelnya! Kali ini untuk lagu "Here It Goes Again", dan untuk menambah tingkat kegilaannya, mereka melakukannya dengan treadmill, saudara-saudara. 6 treadmill yang disusun 3x2, dan mereka menari-nari di atas, bawah, dan sekelilingnya.

[EDIT] Setelah gue memperhatikan, ternyata treadmillnya ada 8, 4x2. Sorry guys.

"Here It Goes Again" by OK Go



Buy OK Go - Oh No at iTunes.


Siapa bilang kreativitas itu perlu harga mahal? Walau sepintas mungkin kayak gimmick murahan untuk membuat orang peduli pada mereka, tapi kalau memang itu harganya supaya musik bagus mereka didengar orang, maka jadilah..

Bonus MP3, coba lo dengerin salah satu lagu yang belakangan suka diputer di radio lokal Jakarta:
OK Go - Oh Lately It's So Quiet

Monday, September 04, 2006

Locksley


Bukan, bukan band-nya Robin Hood. Satu band yang belum teken kontrak dengan label manapun, baru ngeluarin EP sendiri berisi 5 lagu. Dan kayaknya gue ngga usah ngejelasin musik mereka kayak apa deh, coba aja elo dengerin sendiri:

Locksley - "She Does"

Sudah cukup jelas banget. Kalau belum, tonton videonya yang jadi lagu tema acara di MTVU, "Why Can't I Be You":

Locksley - "Why Not Me?"


Lagu dan videonya sih menarik, tapi apa mereka punya cukup trik untuk menjaring pendengar dan menjadi besar, selain berbekal kemiripan amat sangat dengan salah satu band paling legendaris di dunia? Kita tunggu aja kelanjutannya..

Situs resmi Locksley

Musik "alternatif" 90-an

Kalo elo seumuran gue sekarang, dan dengerin musik yang sama dengan gue, pasti ada jamannya di mana "musik alternatif" merupakan soundtrack dalam hidup lo. Buat gue waktu itu adalah jaman SMA kelas 1 atau 2, dan gue inget banget waktu itu aliran tersebut bener-bener jadi panutan hidup gue. Gue ngga tertarik dengan underground atau metal-metal gitu, dan musik "alternatif" itu menjadi pilihan gue yang nggak mau pop-pop amat, tapi ngga ngerti musik yang terlalu keras

Lompat 10 tahun kemudian ke masa kini, di mana band-band yang disebut "alternatif" di tahun 90-an udah banyak yang tewas (atau terus membuat musik yang menurun kualitasnya). Terdorong rasa penasaran akan nasib mereka, gue mencari-cari beberapa band yang kalau sampai sekarang masih berkarya, mungkin gue pengen denger hasilnya. Dan gue menemukan..

Gin Blossoms
Ngetop berat dengan "'Til I Hear It From You" dan "Follow You Down", dan gue inget ada beberapa lagu lain di album "Congratulations, I'm Sorry" yang gue suka. Sejarahnya sejak mereka menghilang di akhir 90-an terlalu panjang buat dibahas. Bubar, reuni, tur lagi, dan akhirnya baru saja merilis karya terbarunya "Major Lodge Victory".

Coba lo dengerin single pertamanya:
Gin Blossoms - "Learning The Hard Way"
Cetak biru musik 90-an mereka belom dibuang sama sekali, dan pola lagu ini persis sama dengan "Follow You Down". Bagus atau jelek? Yah buat gue yang lagi pengen nostalgia sih oke-oke aja. Tapi gue ngga tau buat anak jaman sekarang yang belom pernah dengerin mereka. Sepertinya target mereka masih sekitar orang-orang yang inget masa kejayaan mereka aja..

Better Than Ezra
Sejujurnya gue ngga pernah berenti dengerin mereka, dan terus ngikutin rilisan demi rilisan mereka dari dulu sampe sekarang. Dan mereka sendiri emang nggak pernah bubar, cuma sebagian kecil dari kisah band-band jaman 90-an yang dulu didukung habis-habisan sama label, dan begitu trennya hilang langsung dilupakan.

Coba lo dengerin:
Better Than Ezra - "A Lifetime"
Bukan lagu baru-baru amat, tapi daur ulang dari lagu mereka sendiri dari album "Closer" dan dimasukkan sebagai single jagoan dari album "Before The Robots" yang dirilis tahun lalu. Kenapa lagu ini ngga sampe jadi lagu yang ngetop banget, gue rasa cuma masalah promosi aja. Buktinya lagu lain dari "Before The Robots" yang bernuansa groovy, "Juicy", menjadi lagu latar untuk iklan serial Desperate Housewives dan akhirnya diputer di beberapa radio lokal sini juga.

Keseluruhan albumnya menggambarkan evolusi natural dari musik mereka sejak tahun 90-an dulu, dan dibanding Gin Blossoms, lebih terbuka ke perubahan dan mungkin dengan promosi yang baik sebenernya bisa laku berat. Tapi yah, apa daya label musik besar jaman sekarang udah nggak tertarik dengan musik seperti ini. Jadilah mereka rilis di indie label dan bertahan dengan fans mereka yang setia aja, yang bukan cuma terlena dengan "Good" di pertengahan dekade lalu.

Saturday, September 02, 2006

Marit Larsen


Ehm, yeah. Si cewek dari M2M. Denger dulu ceritanya. Setelah M2M bubar bertahun-tahun yang lalu, yang paling kedengeran kiprahnya, setidaknya di Asia, adalah Marion Raven. Hint: dia yang rambut coklat. Sebenernya gue sendiri ngga akan inget sama Marit Larsen (si pirang yang dulu di M2M sering main gitar) kalo gue ga kebetulan baca berita tentang Marion yang sibuk berusaha menembus industri musik Amerika dengan berkolaborasi dengan Nikki Sixx dan membuat video musik yang penuh sensasi. Saat itulah gue berpikir "Apa kabarnya yang satu lagi ya?"

Kejutan. Si pirang yang lama tidak kedengeran itu sekarang udah tidak pirang lagi, dan alih-alih membuat musik dan video yang edgy dan mencoba menjadi rockstar, malah membuat musik yang lebih jujur dan menyegarkan. Debut album "Under The Surface" hanya beredar di negara asalnya, Norwegia. Single pertama "Don't Save Me" bernuansa layaknya kalau M2M masih terus berjalan dan tidak diplot menjadi grup cewek yang jual tampang. Country-pop Skandinavia a la ABBA, yang hasilnya jadi No.1 di chart sana.

Tapi coba lo dengerin..
Marit Larsen - "Under The Surface"
ahh.. gue ga tahan tiap denger lagu ini, pengen bilang "awwww Marit..". Lirik lugu tapi pasti dialami semua cewek, dan pasti kebanyakan cowok (kayak gue) pengen ceweknya ngerasa kayak gini walau cuma sedikit.

Sebaliknya di lirik "Don't Save Me" yang sepintas cuma kayak cerita sepasang cowok-cewek yang menyadari bahwa mereka sudah tidak cocok lagi, kalau mau bisa aja dihubung-hubungin dengan situasi Marit-Marion sekarang. Apapun maksudnya, coba aja elo dengerin
Marit Larsen - "Don't Save Me"

Silakan stream lagu-lagu lainnya di MySpace-nya Marit

Terakhir, lega rasanya setelah gue baca berita terakhir bahwa gue ngga harus ngimport CD ini dari Norwegia, karena "Under The Surface" akan dirilis di Amerika tanggal 11 September ini.